Kamis, 12 Maret 2015

SUMPAH BATU BUAYA (Sebuah Cerita Dari Teunom)



Ketika mendengar tiga kata dari judul diatas mungkin pikiran Anda akan lansung mengarah ke sebuah desa di Kecamatan Teunom Kabupaten Aceh Jaya, ya Desa Seuneubok Padang. Desa yang berbatasan lansung dengan Kecamatan Panga ini memang menyimpan banyak cerita salah satunya yang paling popular di kawasa tersebut adalah batu sumpah. Entah dari mana saya harus memulai kisah ini tapi yang pasti cerita dari batu sumpah ini sudah ada sejak saya lahir, sekitar ratusan tahun yang lalu..eh madsut saya puluhan tahun yang lalu..hehe
Kepopuleran dari batu sumpah itu sendiri tentu tak terlepas dari cerita mulut-mulut ditambah lagi dari pengakuan beberapa orang sekitar yang mengaku melihat buaya disekitar batu yang dikelilingi oleh rawa yang jaraknya tak jauh dari rumah penduduk tersebut. Bahkan pada saat bencana tsunami melanda pesisir panta barat aceh pada 26 desember 2004 lalu juga terdengar kabar bahwa ada masyarakat yang melihat penampakan dari buaya tersebut.
Terlepas dari benar tidaknya pengakuan mereka yang pasti tentu tidak akan bisa menghilang sisi misteri dari batu sumpah tersebut di tambah lagi sebagian masyarakat yang  menjadikan batu sumpah tersebut sebagai hakim atau tempat pembuktian antara yang benar dan yang salah, antara orang yang berbohong (dusta) dan yang bekata benar (jujur). Tidak sedikit masalah-masalah perselisihan umum yang terjadi di desa (gampong) dapat diselesaikan dengan menjadikan batu sumpah sebagai instrumen intervensi bagi yang berpekara untuk mengatakan yang sebenarnya atau mengakui semua pebuatannya.
Sebagai masyarakat Aceh yang mayoritas menganut ajaran islam, maka timbul lah pertanyaan bagaimana hukumnya bersumpah pada sebuah tempat atau sebuah benda baik itu benda hidup atau benda mati?. Apakah haram atau musyrik karena mempersekutukan Allah?
Hukum sumpah berbeda-beda disesuaikan dengan hukum masalah yang dia bersumpah untuknya. Karenanya hukum sumpah ada lima:
Petama Wajib : Jika sumpahnya bertujuan untuk menyelamatkan atau menghindarkan dirinya atau muslim lainnya dari kebinasaan
Kedua Sunnah : Jika sumpahnya bertujuan untuk mendamaikan dua pihak yang bertikai atau untuk menghilangkan kedengkian dari seseorang atau untuk menghindarkan kaum muslimin dari kejelekan.
Ketiga Mubah : Misalnya dia bersumpah untuk melakukan atau meninggalkan suatu amalan yang hukumnya mubah.
Keempat Makruh : Jika dia bersumpah untuk melakukan hal yang makruh atau meninggalkan amalan yang sunnah, dan
Kelima Haram : Bersumpah untuk suatu kedustaan atau dia berdusta dalam sumpahnya. Termasuk juga didalamnya bersumpah dengan selain nama dan sifat Allah, karena itu adalah kesyirikan.
Barangsiapa yang bersumpah dengan menggunakan selain nama Allah maka sungguh dia telah berbuat kesyirikan.” (HR. Abu Daud dan At-Tirmizi)
Maka dari kesimpulan diatas kita tentu bisa menimbang-nimbang mana yang baik dan mana yang buruk serta mana yang boleh dan mana yang tidak boleh bagi kita sebagai manusi dan sekaligu hamba Allah SWT. (Cot Beureuhoi, 12 Maret 2015)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar