Ketika
mendengar tiga kata dari judul diatas mungkin pikiran Anda akan lansung
mengarah ke sebuah desa di Kecamatan Teunom Kabupaten Aceh Jaya, ya Desa
Seuneubok Padang. Desa yang berbatasan lansung dengan Kecamatan Panga ini memang
menyimpan banyak cerita salah satunya yang paling popular di kawasa tersebut
adalah batu sumpah. Entah dari mana saya harus memulai kisah ini tapi yang
pasti cerita dari batu sumpah ini sudah ada sejak saya lahir, sekitar ratusan
tahun yang lalu..eh madsut saya puluhan tahun yang lalu..hehe
Kepopuleran
dari batu sumpah itu sendiri tentu tak terlepas dari cerita mulut-mulut ditambah
lagi dari pengakuan beberapa orang sekitar yang mengaku melihat buaya disekitar
batu yang dikelilingi oleh rawa yang jaraknya tak jauh dari rumah penduduk
tersebut. Bahkan pada saat bencana tsunami melanda pesisir panta barat aceh
pada 26 desember 2004 lalu juga terdengar kabar bahwa ada masyarakat yang
melihat penampakan dari buaya tersebut.
Terlepas
dari benar tidaknya pengakuan mereka yang pasti tentu tidak akan bisa
menghilang sisi misteri dari batu sumpah tersebut di tambah lagi sebagian masyarakat
yang menjadikan batu sumpah tersebut
sebagai hakim atau tempat pembuktian antara yang benar dan yang salah, antara orang
yang berbohong (dusta) dan yang bekata benar (jujur). Tidak sedikit
masalah-masalah perselisihan umum yang terjadi di desa (gampong) dapat
diselesaikan dengan menjadikan batu sumpah sebagai instrumen intervensi bagi
yang berpekara untuk mengatakan yang sebenarnya atau mengakui semua pebuatannya.
Sebagai
masyarakat Aceh yang mayoritas menganut ajaran islam, maka timbul lah
pertanyaan bagaimana hukumnya bersumpah pada sebuah tempat atau sebuah benda
baik itu benda hidup atau benda mati?. Apakah haram atau musyrik karena
mempersekutukan Allah?
Hukum sumpah berbeda-beda
disesuaikan dengan hukum masalah yang dia bersumpah untuknya. Karenanya hukum
sumpah ada lima:
Petama Wajib : Jika sumpahnya
bertujuan untuk menyelamatkan atau menghindarkan dirinya atau muslim lainnya
dari kebinasaan
Kedua Sunnah : Jika sumpahnya
bertujuan untuk mendamaikan dua pihak yang bertikai atau untuk menghilangkan
kedengkian dari seseorang atau untuk menghindarkan kaum muslimin dari kejelekan.
Ketiga Mubah : Misalnya dia
bersumpah untuk melakukan atau meninggalkan suatu amalan yang hukumnya mubah.
Keempat Makruh : Jika dia
bersumpah untuk melakukan hal yang makruh atau meninggalkan amalan yang sunnah,
dan
Kelima Haram : Bersumpah untuk
suatu kedustaan atau dia berdusta dalam sumpahnya. Termasuk juga didalamnya
bersumpah dengan selain nama dan sifat Allah, karena itu adalah kesyirikan.
“Barangsiapa yang bersumpah dengan menggunakan selain nama Allah maka
sungguh dia telah berbuat kesyirikan.” (HR. Abu Daud dan At-Tirmizi)
Maka dari kesimpulan diatas kita
tentu bisa menimbang-nimbang mana yang baik dan mana yang buruk serta mana yang
boleh dan mana yang tidak boleh bagi kita sebagai manusi dan sekaligu hamba
Allah SWT. (Cot Beureuhoi, 12 Maret 2015)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar